KONSEP DASAR BELAJAR
A. ARTI
PENTING BELAJAR
1. Arti
Penting Belajar bagi Perkembangan Manusia
Perubahan
dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan yang terkandung dalam belajar.
Karena kemampuan belajarlah, manusia dapat berkembang lebih jauh daripada
makhluk-makhluk lainnya. Karena kemampuan berkembang melalui belajar itu pula
manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan
keputusan-keputusan yang penting unttuk kehidupannya.
Perkembangan
berpikir kompleks dan baik (complex and
good thinking) dapat dipastikan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
tergantung pada proses belajar. Proses belajar berpikir secara baik pada umumnya
berlangsung sebagai hasil proses mengajar dengan pendekatan-pendekatan
tertentu, seperti pendekatan direct
explanation (penjelasan langsung). Dengan pendekatan ini, para siswa
diajari secara langsung dengan menggunakan strategi merancang-melaksanakan-merevisi.
Selain pendekatan direct explanation
juga digunakan pendekatan guided
participation (keikutsertaan terpimpin), dengan pendekatan ini siswa
diajari menyelesaikan tugas dengan m,enggunakan srategi step-by-step (selangkah
demi selangkah).
Kualitas
hasil proses perkembangan manusia banyak terpulang pada apa dan bagaimana ia
belajar. Tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia akan menentukan masa
depan dan peradaban manusia itu sendiri.
2. Arti
Penting Belajar bagi Kehidupan Manusia
Kegiatan
belajar memiliki arti penting, karena belajar berfungsi sebagai alat
mempertahankan kehidupan manusia. Dalam prespektif agama (dalam hal ini Islam),
belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang yang beriman agar memperoleh ilmu
pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Ilmu juga harus
bermanfaat bagi kehidupan orang banyak di samping bagi kehidupan diri pemilik
ilmu tersebut.
Siswa
yang menempuh proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya
pengalaman-pengalaman psikologis baru yang positif. Pengalaman-pengalaman yang
bersifat kejiwaan tersebut diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat,
sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif
(merusak).
Belajar
memiliki arti penting bagi siswa dalam: 1) melaksanakan kewajiban keagamaan; 2)
meningkatkan derajat kehidupan; 3) mempertahankan dan mengembangkan kehidupan.
B. DEFINISI
DAN CONTOH BELAJAR
1. Definisi
Belajar
a. Menurut
Skinner
Skinner
menyatakan bahwa belajar adalah a process
of progressive behavior adaption (belajar merupakan suatu proses adaptasi
yang berlangsung sevara progresif). Skinner percaya bahwa proses adaptasi akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguat (reinforcer).
b. Menurut
Chaplin
Chaplin
(1972) dalam Dictionary of Psychology
membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi: “acquisition of any relatively permanent
change in behavior as a result of practice and experience” (belajar adalah
perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan
dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah “process
of acquiring responses as a result of special practice (belajar ialah
proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus).
c. Menurut
Hintzman
Hintzman
berpandangan bahwa perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman baru dapat
dikatakan belajar apabila mempengaruhi organism. Hal itu sesuai dengan apa yang
terdapat dalam bukunya “Learning is a
change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”
(Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau
hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
organisme tersebut).
d. Menurut
Wittig
Dalam
bukunya Wittig mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire
that occurs as a result of experience (belajar ialah perubahan yang
relative menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku
suatu organisme sebagai hasil pengalaman).
e. Menurut
Reber
Reber
dalam kamusnya, membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar
adalah “the process of acquiring
knowledge” (proses memperoleh pengetahuan). Kedua, belajar adalah “a relatively permanent change in respons
potentiality which occurs as a result of reinforced practice” (suatu
perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat).
f. Menurut
Biggs
Biggs
mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan, yaitu: 1) rumusan kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah,
belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan
fakta sebanyak-banyaknya. Belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa
banyak materi yang dikuasai siswa; 2) rumusan institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai
proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang
telah dipelajari; 3) rumusan kualitatif
(tinjauan mutu), belajar difokuskan pada tercapainya daya piker dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi
siswa.
Dari
berbagai definisi yang dikemukakan di atas, secara umum belajar adalah tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi denag lingkungan yang melibatka proses kognitif.
2. Contoh
Belajar
“Seorang
anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba mainan ini
dengan cara memutar kuncinya dan meletakkannya pada suatu permukaan atau
dataran”. Perilaku “memutar dan meletakkan” merupakan respon atas rangsangan
yang timbul pada mainan.
Pada
tahap permulaan, resppon anak terhadap stimulus yang ada pada mainan biasanya
tidak tepat atau tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman
berulang-ulang, lambat laun ia menguasai dan akhirnya dpat memainkan
mobil-mobilan dengan sempurna. Belajar dapat dipahami sebagai proses yang
dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulakan atau diperbaiki melalui
serentetan reaksi atas situasi atau rangsanngan yang ada.
Peristiwa
belajar yang dialami manusia bukan semata-mata masalah respons terhadap
stimulus yang ada, melainkan karena adanya self-regulation
dan self-direction, yakni
pengaturan dan pengarahan diri yang dikontrol oleh otak yang hampir pasti
berperan lebih penting.
Belajar
pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang mendapat dukungan dari fungsi
ranah psikomotor (mendengar, melihat, mengucapkan). Apa pun jenis dan
manifestasi belajar yang dilakukan siswa, hampir dapat dipastikan selalu
melibatkan fungsi ranah akalnya yang intensitas penggunaannay tentu berbeda
antara satu peristiwa belajar dengan peristiwa belajar lainnya.
C. BELAJAR,
MEMORI, DAN PENGETAHUAN
1. Prespektif
Psikologi
Dalam
prespektif psikologi, antara belajar, memori, dan pengetahuan terdapat hubungan
yang tidak terpisahkan.
a. Pusat
Memori dan Pengetahuan
Menurut
Burno, memori ialah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan yang semuanya terpusat pada otak.
Srtuktur sistem
akal manusia terdiri dari tiga subsistem, yakni: sensory register (subsistem penyimpanan pada syaraf indra penerima
informasi); short term memory (subsistem
akal pendek); dan long term memory.
Memori sendiri, dengan segala ragam atau jenisnya berpusat di dalam otak.
Dalam diri manusia terdapat sistem syaraf
pusat (central nervous system), yang
terdiri atas: 1) otak dengan segala bagiannya; dan 2) syaraf yang berperan
sebagai tali penghubung tulang belakang (spinal
cord). Fungsi utama tali penghubung ini adalah untuk menyalurkan tidak
hanya pesan-pesan syaraf dari otak ke otot-otot seluruh tubuh, tetapi juga
pesan-pesan hasil pengindraan jasmani ke otak.
Secara global, otak terdiri atas dua
bagian besar, yakni: 1) bagian atas yang disebut cortex atau neocortex.
Otak atas yang terdapat dalam spesies makhluk hidup (manusia) bersifat dinamis
dan potensinya dapat dikembangkan seluas-luasnya; 2) bagian bawah yang disebut medulla dan sekitarnya. Terdapat dalam
spesies tinggi dan rendah (kera, kucing), sifatnya statis. Kendatipun statis,
namun otak bawah memiliki fungsi-fungsi dasar sebagai berikut:
1) Medulla, berfungsi
mengendalikan pernafasan, penelanan, pencernaan, dan detak jantung,
2) Cerebellum, berfungsi
mengoordinasikan berbagai gerakan organ jasmani dan refleks-refleks,
3) Thalamus, fungsi
utama sebagai stasiun penyambung informasi motor (gerakan jasmani) dan
informasi sensori (hasil pengindraan mata, telinga, dll) dari sub-sub bagian
otak bawah ke otak atas (cortex),
4) Hypothalamus, berfungsi
mengatur ekspresi-ekspresi yang berasal dari dorongan-dorongan dasar (dorongan
lapar dan dorongan seksual).
Cortex
merupakan bagian otak yang berkembang
belakangan (setelah pemiliknya berhubungan dengan lingkungan atau pendidikan. Cortex yang terdapat dalam otak manusia
berukuran lebih besar daripada spesies lain, ia juga bertanggung jawab kinerja
dua per tiga neuron atau sel syaraf yang seluruhnyabejumlah sekitar 100 milyar.
Cerebral cortex (selaput luar otak)
merupakan lapisan yang disebut neural
sheet yang tipis. Jumlah lipatan dan lekukan cortex inilah yang membuat perbedaan mencolok antara manusia dengan
spesies-spesies makhluk lainnya.
Otak adalah sumber dan menara
pengontrol kegiatan segenap ranah psikologis manusia. Otak tidak hanya berpikir
dengan kesadaran, tetapi juga berpikir dengan ketidaksadaran. Otak merupakan
sistem memori atau sistem akal manusia tersimpan, dengan sistem akal yang
dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan,
dan memproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupannya.
b. Ragam
Memori dan Pengetahuan
Ditinjau
dari jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia terdiri atas
dua macam, yakni:
1) Sematic memory
(memori sematik)
Memori
khusus yang menyimpan arti atau pengertian-pengertian. Reber menyatakan bahwa
dalam memori sematik informasi yang diterima ditransformasikan dan diberi kode
arti, lalu disimpan atas dasar arti itu. Memori sematik berfungsi menyimpan
konsep-konsep yang signifikan dan bertalian antara satu dengan lainnya.
2) Episodc memory (memori
episodik)
Memori
khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa. Menurut Daehler
dan Bukato, memori episodic adalah memori yang menerima dan menyimpan segala
peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu,
yang berfungsi sebagai otobiografi.
Ditinjau
dari sifat dan cara penerapan, ilmu pengetahuan terdiri dua macam, yakni:
1) Declarative knowledge (pengetahian
proporsional)
Pengetahuan
mengenai informasi faktual pada umumnya, bersifat ststis-normatif dan dapat
dijelaskan secara lisan,verbal. Isi pengetahuan ini dapat dituralkan kepada
orang lain. Pengetahuan deklaratif adalah knowing
that (mengetahui bahwa)
2) Procedural knowledge
(pengetahuan procedural)
Penegetahuan
yang mendasari kecakapan atau perbuatan jasmani yang cenderung bersifat
dinamais. Namun, pengetahuan ini sulit diuraikan secara lisan. Pengetahuan
procedural lazim disebut knowing how
(menegteahui cara)
c. Memori
dan IQ (Intelligence Quotient)
Secara
harfiah, Intellegence Quotient berarti hasil bagi intelegensi (skor yang
dihasilkan dari pembagian sebuah skor dengan skor lainnya yang berhubungan
dengan kemampuan mental seseorang). Intelegensi dapat disononimkan dengan
kecerdasan.
Kecerdasan
manusia merupakan hasil interaksi antara himpunan pengetahuan dengan kemampuan khusus
dalam mengolah sejumlah informasi tertentu. Kecerdasan tidak hanya ditentukan
oleh potensi dasar pembawaanya saja tetapi juga oleh seberapa banyak
pengetahuan yang ia miliki sebagai hasil pengalaman belajarnya.
o Rumus
menentukan IQ (Rumus Stanford-Binet dan Wechsler):
IQ=
100 x Mental age (usia mental) : Chronological age (usia sesungguhnya)
|
o Klasifikasi
skor IQ dan predikatnya:
Skor IQ
|
Interpretasi atau
predikat
|
130
ke atas
|
Very
Superior (sangat unggul)
|
120-129
|
Superior
(unggul/istimewa)
|
110-119
|
High
average (rata-rata tinggi)
|
90-109
|
Average
(rata-rata)
|
80-89
|
Low
average (rata-rata rendah)
|
70-79
|
Borderline
(perbatasan)
|
69
ke bawah
|
-
Mentally retarded
(keterbelakangan mental untuk dewasa)
-
Mentally deficient
(kekurangan mental untuk anak-anak)
|
2. Prespektif
Agama
Dalam prespektif agama (Islam), belajar
untuk memperoleh pengetahuan yang menggunakan memori dan sensori hukumnya
wajib.
a.
Arti Penting Memori dan
Pengetahuan
Menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi, islam adalah
akidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan sekedar penyerahan diri secara
membabi buta.
Ada hadist Rasulallah SAW yang diriwayatkan
oleh Ibnu ‘Ashim dan Thabrani yang berisi perintah belajar, karena hanya
melalui belajarlah ilmu pengetahuan dapat diraih. Perintah belajar tersebut,
harus dilaksanakan melalui proses kognitif. Dalam hal ini, sistem memori yang
terdiri atas memori sensori, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang
berperran sangat aktif dan menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam
meraih pengetahuan dan keterampilannya.
b.
Alat Fisio-Psikis untuk
Belajar
Tuhan
memberi potensi yang bersifat jasmani dan rohani untuk belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemaslahatan umat manusia itu
sendiri.
Potensi-potensi tersebut terdapat dalam
organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat penting untuk
melakukan kegiatan belajar. Alat-alat yang bersifat fisio-psikis dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang saling
berhubungan secra fungsional. Adapun ragam alat fisio-psikis itu adalah:
1.
Indra penglihat (mata),
alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual,
2.
Indra pendengar
(telinga), alat fisik yang berguna untuk mnerima informasi verbal atau stimulus
suara dan bunyi-bunyian,
3.
Akal, potensi kejiwaan
manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan,
dan memproduksi, kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).
D. TEORI-TEORI
POKOK BELAJAR
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami
sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemnuan yang berkaitan dengan
peristiwa belajar.
Teori-teori pokok mengenai belajar terdiri
atas:
1. Connectionism (Koneksionisme)
Teori koneksionisme adalah teori yang
ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thondrike (1874-1949). Thondrike
berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan stimulus dan respons, sehingga
teori ini juga dikenal dengan sebutan “Trial
and Eror Learning”.
Adanya respon kemudian menjadi dasar
timbulnya hokum belajar law of effect,
yang artinya jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan
antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan (menganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan
stimulus dengan respon tersebut.
2. Classical Conditioning
(Pembiasaan Klasik)
Teori ini berkembang berdasarka hasil
eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov (1849-1936). Pada dasarnya teori ini
adalah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus
sebelum terjadinya refleks tersebut.
Dalam teori ini, belajar adalah perubahan
yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Kesimpulan
dari teori ini adalah apabila stimulus yang diadakan selalu disertai dengan
stimulus penguat, stimulus tadi cepat atau lambat akan menimbulkan respons atau
perubahan yang kita kehendaki.
Classical Conditioning tunduk terhadap dua
macam hukum yang berbeda, yakni:
a. Law of Respondent Conditioning
Secara harfiah adalah hukum pembiasaan
yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks ketiga yang terbentuk dari respon
atas penguatan refleks dan stimulus yang akan meningkat.
b. Law of Respondent
Extinction
Secara harfiah adalah hukum pemusnahan
yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan
menurun.
3. Operant Conditioning (Pembiasaan
Perilaku Respons)
Teori ini diciptakan oleh Burrhus Frederic
Skinner, menurutnya tingkah laku itu terbentuk dari konsekuensi-konsekuensi
yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri.
Operant
adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan yang dekat. Respons dalam Operant Conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforce ialah stimulus
yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya.
Proses
belajar dalam Operant Conditioning, tunduk terhadap dua hokum operant yanag
berbeda, yakni:
a. Law of Operant
Conditioning
Menurut hukum ini, jika timbulnya tingkah
laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku
tresebut akan meningkat.
b. Law of Operant
Extinction
Hukum ini merupakan kebalikan dari hukum
di atasnya, jika timbulnua tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
tingkah laku tersebut akan menurun atau musnah.
4. Contiguous
Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat)
Sebuah teori belajar yang mengasumsikan
terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus
dengan respons yang relevan. Teori ini paling sederhana dan efisien, karena di
dalamnya hanya terdapat satu prinsip, yaitu kontiguitas yang berarti kedekatan
asosiasi antar stimulus-respons.
Menuruit teori ini, apa yang sesungguhnya
dipelajari orang, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah
rangsangan atau stimulus. Artinya, setiap peristiwa belajar hanya mungkin
terjadi sekali saja untuk selamanaya atau tidak sama sekali terjadi. Teori ini
juga berpandangan bahwa peningkatan berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang
lazim dicapai seorang siswa bukanlah hasil dari berbagai respons kompleks
terhadap stimulus-stimulus, melainkan karena dekatnya asosiasi antara stimulus
dengan respons yang diperlukan.
Teori pertama sampai keempat bersifat
behavioristik (hanya mementingkan perilaku jasmaniah semata). Karakteristik
belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik sesungguhnya mengandung
banyak kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain:
a. Proses
belajar dipandang dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses
kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian
gejalanya.
b. Proses
belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan
mesin dan robot, padahal tiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan
mengatur diri sendiri) dan self-control (pengendalian diri) yang bersifat
kognitif, dan karenanya ia bisa menolak, merespons, jika ia tidak menghendaki.
c. Proses
belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan sangat sulit diterima,
karena perbedaan antara karakter fisik dan psikis manusia dengan hewan.
Menurut aliran behaviorisme, tiap siswa
lahir tanpa pembawaan apa-apa dari orang tuanya, dan belajar merupakan kegiatan
refleks-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada serta tidak ada hubungannya
dengan bakat dan kecerdasan atau pembawaan.
5. Cognitive Theory (Teori
Kognitif)
Pendekatan psikologi kognitif lebih
menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Tingkah laku manusia yang
tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, yakni:
motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya.
Dalam teori ini, belajar pada dasarnya
adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (bersifat jasmani). Piaget
menyimpulkan “children have a built in desire to learn”, yang bermakna sejak
kelahirannya, tiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya
sendiri untuk belajar. Belajar bukan sekedar peristiwa ikatan stimulus antara
stimulus dan respons melainkan lebih banyak melibatkan proses kognitif.
Menurut aliaran kognitif, tiaps siswa
lahir dengan bakat dan kemampuan mentalnya sendiri. Faktor bawaan ini
memungkinkan siswa untuk menentukan respons atau tidak terhadap stimulus,
sehingga belajar tidak otomatis seperti robot.
6. Social Learning Theory (Teori
Belajar Sosial)
Tokoh utama teori ini adalah Albert
Bandura, ia memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis
dan stimulus, melainkan juga reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Prinsip dasar belajar teori ini termasuk
belajar social dan moral. Pendekatan teori belajar social terhadap proses
perkembangan social dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan respons) dan imitation (peniruan).
Dalam conditioning,
prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosisal dan moral pada dasarnya
dengan prosedurbelajar dalam mengembangkan prilaku-perilaku lainnya, yakni
dengan reward (penghargaan) dan punishment (hukuman). Dasar pemikirannya ialah
sekali seorang siswa mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang
menghasilkan penghargaan dengan perilaku yang mengakibatkan hukuman, agar ia
dapat berpikir dan memutuskan perilaku social mana yang perlu ia perbuat.
Imitation
atau peniruan, dlam proses ini orang tua dan guru seyogyanya memainkan
peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berprilaku
social dan moral bagi siswa.
E. PROSES
DAN TAHAPAN BELAJAR
1. Definisi
Proses Belajar
Dalam psikologi belajar, proses berarti
cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan
ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Jadi, proses belajar
adalah tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi
dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi
kea rah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.
2. Tahap-tahap
dalam Proses Belajar
a. Menurut
Jerome S. Bruner
Bruner
berpendapat dalam proses belajar siswa menempuh tiga episode/tahap, yaitu:
1)
Tahap Informasi
(Penerimaan Materi)
Dalam
tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yang sedang dipelajari. Dari semua informasi itu ada yang baru
ia dapat, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam
pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
2)
Tahap Trasformasi
(Pengubahan Materi)
Dalam
tahap ini, informasi yang diperoleh dianalisis, diubah, dan ditransformasilkan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak dapat dimanfaatkan
bagi hal yang lebih luas.
3)
Tahap Evaluasi
(Penilaian Materi)
Dalam
tahap ini, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang
telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami atau memecahkan
masalah yang terjadi.
b. Menurut
Arno F. Wittig
Menurut Wittig, setiap proses belajar
selalu berflangsung dalam tiga tahap, yaitu:
1)
Acquisition (tahap
perolehan/penerimaan informasi)
Dalam
tahap ini, siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan menlakukan
respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Dalam
tahap ini terjadi asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam
keseluruhan perilakunya. Karena ini tahap dasar, maka jika tahap ini gagal,
tahap yang selanjutnya juga akan mengalami kegagalan.
2)
Storage (Tahap
Penyimpanan Informasi)
Dalam
tahp ini, siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan
perilaku baru yang diperoleh ketika menjalani proses acquisition. Dalam
kegiatan ini melibatkan short term dan long term memory.
3)
Retrieval (Tahap
Mendapatkan Informasi Kembali)
Pada
tahap ini, siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya.
Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam
mengungkapkan dan memproduksi kembali segala yang tersimpan dalam memori berupa
informasi, symbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atau
stimulus yang sedang dihadapi.
c. Menurut
Albert Bandura
Bandura berpendapat bahwa setiap proses
belajar (terutama belajar social dengan menggunakan model), terjadi dalam
urutan tahapan yang meliputi:
1)
Tahap Perhatian (Attentional Phase)
Pada
tahap ini, siswa pada umumnya memusatkan perhatian pada obyek materi atau
perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannya disbanding dengan
meteri atau perilaku lain yang sebelumnya telah mereka ketahui;
2)
Tahap Penyimpanan dalam
Ingatan (Retention Phase)
Dalam
tahap ini, siswa lazimnya akan lebih baik dalam menangkap dan menyimpan segala
informasi yang disampaikan atau perilaku yang dicontohkan apabila disertai
penyebutan atau penulisan nama, istilah, dan label yang jelas serta contoh
perbuatan yang akurat.
3)
Tahap Reproduksi (Reproduction Phase)
Pada
tahap ini, segala bayangan citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang
berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori
siswa itu diproduksi kembali.
4)
Tahap Motivasi (Motivation Phase)
Merupakan
tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar, dimana
dalam tahap ini siswa memnerima dorongan yang dapat berfungsi sebagai penguatan
(reinforcement) atas segala informasi yang ada dalam memori siswa. Dalam tahap
ini, guru dianjurkan untuk member pijian, hadiah, atau nilai tetrtentu kepada
siswa yang berkinerja memuaskan. Sementara kepada mereka yang belum menunjukkan
kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti penting penguasaan materi
atau perilaku yang ditunjukkan guru bagi kehidupan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar